Market Info

IDCloudHost | SSD Cloud Hosting Indonesia

Breaking News

Website Instan
Email Hosting

Layar Tancap Vs Bioskop, Sebelas Dua Belas Antara Sensasi dan Pengalaman.

1 komentar

Kalo dalam usuran nonton film saya adalah orang yang nggak begitu nyandu. Urusan nonton film pun saya lebih suka film-fim hasil download di internet. Dibilang ketinggalan zaman memang iya, dibilang nggak update juga iya. Tapi itu semua bukan sebuah masalah besar bagi saya. Karena saya bukan seorang penghobi film yang setiap ada tren film itu wajib dan harus nonton. Bahkan saya lebih sering nonton film di Bioskop Desa (Layar tancap) ketika ada acara orang hajatan dan event kumpul tetangga satu kampung.

Ditambah lagi dengan suasana dinginnya malam ditemani kacang rebus dan kopi cap teko turut mewarnai hiburan kami warga desa. Dengan bentangan kain berwarna putih seukuran 8x4 meter ditopang tiang bambu dan terikat tali pancang, menjadikannya sebuah layar untuk sarana menonton film.

Dahulu, orang-orang di kampung ketika mononton film layar tancap mengenal system roll atau gulungan klise besar sebagai memori penyimpanan film yang diputar. Seiring perkembangan zaman, teknologi proyektor digital pun mulai merambah luas. Masyarakat desa menyebutnya dengan “Kepala CD,” “CD Layar,” yang memang pengaplikasiannya menggunakan Kaset CD atau DVD seperti yang kita ketahui. Penyebutan “CD Layar,” atau “Kepala CD” yang dimaksud merujuk kepada Alat LCD Proyektor atau orang pada umumnya menyebut sebagai Infocus.


Sebenarnya Infocus sendiri merupakan sebuah Merk dari LCD Proyektor, yang juga banyak orang menjadi salah tafsir karena kebiasaan orang menyebut LCD Proyektor menjadi Infocus. Dengan perangkat DVD yang terhubung dengan Sound system, serta LCD Proyektor sebagai outputnya makin memudahkan masyarakat unuk menonton film hanya dengan membelli kepingan VCD di toko kaset penjual film bajakan.

Oh ya, tapi sekarang ini udah jarang banget bahkan masyarakat di desa-desa menonton film layar tancap. Walaupun untuk sekadar hiburan di tempat hajatan, Bioskop kampung atau Layar tancap ini udah mulai punah. Semua terjadi karena perkembangan teknologi yang mulai bergerak membaru. Seperti halnya perkembangan smartphone yang kini semua orang dengan mudahnya menonton streaming film di ponsel mereka. Ditambah lagi dengan macam-macam platform seperti Netflix, YouTube, Vidio, WeTV dan sebagainya turut menyajikan hiburan yang beragam.

Kehadiran Bioskop yang tak pernah lekang dari masa ke masa membuatnya semakin bersinar seiring release-nya film-fim terbaru. Pemuda-pemudi millennial dan generasi Z adalah paling banyak andil dalam konsumsi film bioskop.

Saya pun mencoba memposisikan diri untuk andil juga dalam pangsa pasar perfilm-an Bioskop. Penasaran dan pengalaman, serta sensasi apa sih yang akan saya dapatkan saat menonton film di Bioskop?, “Oke, saya harus mencoba juga !,” jawaban paling relevan untuk menjajal sensasi di Bioskop. Demi sebuah pengalaman yang saya buatkan artikel sekarang ini tentang sensasi dan pengalaman menonton Layar Tancap Vs Bioskop, saya pun terdorong untuk memesan ticket Bioskop lewat online, melalui teman saya yang sudah sering nontoton bioskop. Kami berdua patungan, teman yang bayar Tiket dan saya bayar makanan. Mumpung lagi punya diskonan Akulaku Paylater.

Di sana saya membayar satu paket Combo berupa 1 box Pop Corn dan 2 gelas ukuran sedang minuman Coca-cola seharga Rp. 75.000,- dengan metode pembayaran QR Akulaku Paylater. Dan promo pun bisa digunakan dengan diskon makan dan minum menjadi Rp. 50.000,- saja, yang sudah dipotong vouher diskonan sebesar Rp. 25.000,-

Tidak lupa teman saya memfoto 2 buah ticket demi keperluan postingan medsos ala-ala pemuda-pemudi kekinian. Lima menit sebelum film diputar, kami berdua segera bergegas masuk mencari kursi yang telah dibooking. Aura dingin AC Bioskop ditambah efek speaker stereo makin menambah vibes dalam menonton film. Pasangan muda-mudi di sisi kiri dan kanan, depan dan di belakanag bersama pacarnya, membangkitkan adrenalin serta aura mistis ketika menonton film komedi sekalipun.

Satu persatu kunyahan pop corn dalam mulut, menjadi sebuah formalitas yang tak boleh dilewatkan ketika menjeda penglihatan saya dari layar bioskop. Segelas minuman serta sisa jagung pop corn wajib dibawa pulang, untuk saya lakukan penelitian di rumah. “What?, 75 ribu demi sekotak Pop corn dan segelas minuman berlogo XXI,” dalam hati saya terheran-heran.

Setelah dipikir-pikir, sepertinya saya bukanlah target market Bioskop yang tepat. Saya lebih cocok untuk menonton film Layar tancap ditenami kacang rebus dengan segelas kopi cap teko bersama kawan-kawan di sudut desa. Banyak banget pengalaman yang membuat saya untuk berpikir lucu berulang kali. Jiwa-jiwa desa masih melekat pada diri ini, mungkin kurang cocok ketika melihat harga Pop corn berbanding dengan harga 5 bungkus Nasi padang.

Banyak sensasi yang tidak didapat ketika menonton film di Bioskop dengan suasana di Layar tancap, begitu pun sebaliknya. Sensasi dan juga pengalaman menarik yang saya rasakan perbedaannya, kurang lebih antara Layar tancap dan Biokop itu bisa saya simpulkan sebelas dua belas lah.

Sekian cerita mengenai Bioskop dan Layar tancap. Jika kalian punya pengalaman nostalgia bersama Layar tancap maupun pengalaman menarik dengan Bioskop, jangan sungkan untuk Share dan komentar artikel ini. Salam Sosial, Tapak Blogger.

 

 


Sigit Rinaldy
Blogger yang doyan ngoprek. Banyak Sukanya, Banyak Hobinya. Suka banget Nge-Blog, Suka Nulis, Suka Makan, Traveling, Suka banget Nge-Bucin. Hobinya ngonten, Fotografi, Videografi, Editing, Desain grafis, serta doyan Ngobrol, ujung-ujungnya Ghibah.

Related Posts

1 komentar

  1. Sya juga gitu, kalo ke bioskop suka bawa air mineral dari rumah

    BalasHapus

Posting Komentar